Ruang Publik - Jürgen Habermas
Gagasan ruang publik sebenarnya buah pikiran yang telah
lama diungkapkan Habermas di tahun 1962 dalam tulisannya berjudul “Strukturwandel der Offentlichkeit” yang
baru diterjemahkan dalam bahasa Inggris di tahun 1989 dengan judul “The Structural Transformation of the Public
Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society”.
Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai suatu wilayah kehidupan sosial, tempat opini
publik terbentuk. Akses kepada ruang publik terbuka bagi semua warga negara. Ruang
publik terbentuk dalam setiap perbincangan yang di dalamnya pribadi-pribadi
berkumpul membentuk suatu ‘publik’. Bila publik menjadi besar maka komunikasi
menuntut suatu sarana untuk diseminasi dan pengaruh (Habermas, 1991: 398).
Prinsip-prinsip ruang publik melibatkan suatu diskusi
terbuka tentang semua isu yang menjadi keprihatinan umum. Ruang publik
mengandaikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, hak untuk berpartisipasi
secara bebas dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan umum. Argumentasi-argumentasi yang dikembangkan bersifat diskursif,
yakni bersifat informasi dan tidak ketat diarahkan pada topik tertentu.
Ruang publik dalam pengertian Habe0rmas, pada hakikatnya
mengacu pada tempat (space) dalam
suatu masyarakat yang diciptakan oleh para warganya untuk secara bersama
mendiskusikan isu-isu dari kepentingan publik. Diskusi-diskusi ini pada
gilirannya diterjemahkan sebagai tekanan-tekanan bagi perubahan politis. Ruang
publik adalah ruang komunikasi yang terbentuk ketika dua orang atau lebih
menjalankan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi ini yang terjadi adalah
penyingkapan. Dengan demikian, tujuan ruang publik adalah ruang penyingkapan
(Hardiman, 2009: 134).
Dengan demikian, ruang publik bukanlah merupakan ruang
fisik. Ruang publik adalah suatu ruang sosial yang diproduksi oleh tindakan
komunikatif. Ruang publik juga bukan suatu institusi atau organisasi politik.
Ruang publik adalah suatu ruang tempat warga negara terlibat dalam deliberasi
dialogal tentang isu publik. Ruang publik juga bukan institusi pengambilan
keputusan, atau suatu pertemuan publik dengan agenda tertentu. Ruang publik
adalah suatu arena tempat dilakukannya pembicaraan yang tak terikat secara
institusional. Sastrapratedja (2010: 270) menyebut bahwa ruang publik dalam
pemahaman Habermas adalah ruang yang mengaitkan “apa yang ada dalam diri” (idion) dengan “apa yang komunal” (koinon) melalui dialog. Melalui dialog
dalam ruang publik, makna pengalaman personal dikaitkan dengan makna dunia
politik. Perbincangan sehari-hari dalam ruang publik menjembatani ranah politik
dengan ranah privat. Perbincangan politik sehari-hari mentranfsformasi ruang
privat dengan ruang publik.
Ruang publik di sini harus eksis pada tempat yang
langsung dapat diidentifikasi. Ruang publik juga dapat berupa suatu komunitas
virtual atau imajiner. Ruang publik dalam bentuknya yang ideal, dibuat oleh
warga secara bersama untuk menyuarakan dan mengetengahkan pada publik
kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap negara.
In its ideal form,
the public sphere is “made up of private people gathered together as a public
and articulating the needs of society with the state”. Through acts of assembly
and dialogue, the public sphere generates opinions and attitudes which serve to
affirm of challenge-therefore, to guide-the affairs of state. In ideal terms,
the public sphere is the source of public opinion needed to “legitimate
authority in any functioning democracy” (Rutherford,
2010: 18).
Habermas mengatakan bahwa apa saja bisa terjadi dalam
ruang publik dan apa saja bisa dijadikan masalah dalam ruang publik. Meskipun
ruang publik terkesan anarkis, namun menurut Habermas, tidak berarti bahwa
ruang publik itu tidak ada aturan dan prinsip. Dia mengatakan bahwa ada prinsip
yang terkait dengan rasio. Habermas percaya rasio mempunyai mekanisme seleksi
apakah opini tersebut memiliki kualitas publik atau tidak. Ketika opini semakin
rasional dan semakin menyangkut kepentingan umum, maka kualitas diskursifnya
akan masuk diskursus moral. Opini yang terjadi di ruang publik itu akan masuk
pada filter, yakni sistem hukum. Tampak dalam hal ini bahwa konsep ruang publik
Habermas adalah konsep yang berasal dari modernitas. Modernitas menekankan
penggunaan rasio diskursif, kebebasan, universalitas yang kesemuanya dianggap
dapat tercapai melalui diskusi yang bermuara pada konsensus (Sastrapratedja,
2010: 277).
0 Comments
Silahkan berkomentar